kepergianmu

Ntahlah.. kurasa takkan semudah bibir mengucap, jika ada yg mangatakan bahwa penyesalan tak perlu ditangisi. Mungkin gampang buatmu, tp tidak buatku. Dan Jika saja air mata ini bisa membeku, mungkin dunia sudah penuh dengan butiran2 kristal yg jatuh bersama rasa penyesalanku.

Kepergianmu yg nyaris tanpa amarah, justru telah meruntuhkan tembok yg selama ini sengaja kubangun tuk memagari hatiku, aku luruh tanpa perlu kau hancurkan, aku mati tanpa perlu kau bunuh, & Aku binasa karena kekerasan hatiku sendiri.

Lihatlah.. Sekarang aku sangat merindukanmu, merindukan semua hal didirimu yg selama ini tak pernah kuanggap ada..

#Sigh... Jika saja aku diberi lagi kesempatan bertemu denganmu, pasti aku akan bertanya.. Apa susahnya berbicara?? Apa sulitnya mengungkapkan apa yg kau rasa?? kenapa selalu diam?? Kenapa????

Seharusnya kau menyadari.. Aku bukan seseorang yg bisa menebak isi fikiranmu,  yg bisa tau apa yg kau inginkan, mengertilah.. Aku hanya manusia biasa, yg berharap tercipta dari tulang rusukmu, yg mungkin saja terlahir dari belahan jiwamu, & yg meyakini bahwa hatiku adalah bagian dari kepingan hatimu.

Sayangnya aku terlambat menyadari semua itu.

bapak..

Hari sudah mulai gelap, lampu2 yg dipasang didepan rumah setiap warga tidak bisa sepenuhnya menerangi jalan. Sepi, tak ada seorangpun yg berlalu lalang.

Kugenggam erat tangan kedua anakku, kuajak mereka bergegas melangkah agar tak terlalu kemalaman dijalan. Dan meski ada sedikit rasa takut yg muncul, tapi aku tak ingin menunjukkannya didepan mereka. Kulafazkan sebait do'a tuk meminta perlindungan-NYA di dalam hati. Lalu sayup2 terdengar suara adzan berkumandang dikejauhan.

Ada sedikit penyesalan karena tak mendengar perkataan ibu yang melaranganku pulang saat itu. Tapi aku tak bisa menahan gelisah, sudah dari tadi pagi aku bertandang kerumah ibu, aku harus segera pulang.

Ditikungan jalan aku bertemu Bapak, kulihat beliau sedang berjalan sendiri, sepertinya akan pergi ke masjid, lengkap dengan baju koko putih dan kopiah kesayangannya. Ntah kenapa saat itu kami tak bertegur sapa, aku hanya tersenyum sebelum mempercepat langkah mendahuluinya.

Belum jauh aku meninggalkan Bapak, kulihat ada jembatan kecil didepan. Jembatan yg membentang diatas tali air persawahan itu terbuat dari kayu yg terlihat lapuk, maka kuperintah kedua anakku untuk menyeberang terlebih dahulu, aku takut jembatan itu akan rubuh jika harus menopang beban kami bertiga. Setelah anak2ku selamat sampai diseberang, aku pun menaikinya. Benar saja dugaanku, jembatan itu rubuh, Aku terjatuh.

Kulihat Bapak bergegas menghampiri, mengangkat sepotong kayu jembatan yg ikut rubuh menimpaku, lalu tubuhku dibopong keluar dari dalam kubangan air. Tiada sepatah kata pun yg terucap dari bibirku maupun Bapak, lalu tiba2 aku merasa suara adzan terasa sangat dekat, seolah2 dikumandangkan ditelingaku. Aku tersentak, lalu terbangun dari tidur.

Lama aku tertegun, merenungi mimpi yg baru saja kualami. Jujur... walau sering bertemu, tapi belakangan ini aku memang sudah mulai jarang memperhatikan Bapak. Aku berbicara seperlunya saja, padahal apalah yg bisa kulakukan tanpa Bapak.

Tak terasa Air mataku menetes, Tuhan telah menegurku dengan cara-NYA.
Tiba2 aku rindu & ingin menelpon Bapak.